21 August 2015 at 15:33
thanks, untuk diri kita yang demikian sabar menunggu kisah mereka.
Mbak Katrin baru dari KL, gitu kabar terakhir. Dari Sydney, balik ke Jogja terus ke Jakarta, terus ke mana-mana, sampai Kuala Lumpur. Kalau nggak salah, dia kakak angkatanku dulu. Meski saat aku masuk, dia udah keluar. Ikut bangga pastinya, atas pilihannya untuk menjadi praktisi. Karyanya, San Offisa, mendapat pujian dari banyak kalangan. Seorang perempuan pekerja keras, sekaligus memiliki mimpi besar. Sabar, itu yang paling kulihat dari sosok Mbak Katrin. Sabar dengan takdir hidupnya yang tak biasa. Meski orangnya kayaknya nggak lemah lembut, deh.
Sebaliknya, Kokoh Edwin, sosok yang penuh kasih, lembuuut. Senyumnya aduuuuh ... Agak sensi memang orangnya. Tapi, soal kesetiaan, juara. Kalau udah satu itu, ya itu. Susah banget move on. Takdirnya sebagai penerus perusahaan keluarga, membuat beliau terkesan serius. Sampai sekarang masih di Jakarta. Sehat alhamdulillah, cuma kalau kecapean, suka sakit. Gejala liver alias sakit hati. Sayangnya, agak sulit diobatin pake obat biasanya. Obatnya hanya satu, huruf K.
Pak Okta bironya tutup sementara kayaknya, gara-gara ambil kursus di Jepang. Sahabat yang baik, penuh perhatian. Bu Sonya juga sahabat yang baik. Superheboh. Orang heboh biasanya tulus. Luar dalam sama. Ulet Kekeeeeeet...! Suaranya itu loh, cempreng. Gimana kalo rambut keriting mekarnya dihijabin? Rempong, tapi seru! Seru banget denger dia cerita Pak Bondan yang hobi pake sarung di kantor. Bayangkan! Arsitek sekaligus pimpinan perusahaan pake sarung!!!
Pak Priyo, aduh enggak banget. Paling nggak suka orang yang asyik dengan pikiran sendiri. Sahabat lain yang baik adalah .... Pak Andri. Entah gimana kabarnya sekarang.
Memilih mencoba sesuatu yang baru lantas mengantarkan pada pengalaman baru, tempat-tempat baru, dan teman-teman baru. Ada Aldy yang keren, marketing properti gitu loh. Lalu Om Robi yang nyebelin. Grup Pelang, sumber kegembiraan, terutama Bu Sulika yang baik dengan penampilan kayak ikon di bungkus Sarimie. Juga Rose, yang cuma denger namanya aja bikin sirik.
Dan ... yang paling keren ... Ariko Leksono.
Orangnya memang unik. Lucu banget saat beliau bertamu terus minta disediakan kamar buat tidur siang. Bangun tidur, langsung minta makan pula. Wah, itu absurd banget! Jago bohong lagi. Ha ha ha... Tapi, kenapa pria pembohong malah keliatan seksi?
Orangnya emang cuek, menyimpan sesuatu. bayangkanlah ... saat tengah duduk di jok depan mobil. Di sebelah, ada pria keren yang jago nyetir. Halus di setiap tarikan maupun hentakan. Saat mengegas, saat mengerem, saat berbelok. Mata begitu penasaran, berkali melirik ke arahnya tapi dianya kalem aja, tetep fokus ke depan. Langit menghitam pertanda sebentar lagi hujan ... ada lagu-lagu lawas yang mengiringi ...
aiiiiih ....
Lima tahun aku menuliskan SKETSA dan dua tahun untuk RUMAHUJAN. Ada tiga hal yang utama saat menulis: menulis untuk membuat pembaca terkuras emosinya hingga jika difilmkan akan banyak adegan nangis-nangis, menulis untuk membuat pembaca kagum karena kelihaian teknis yang ditunjukkan dan biasanya memukau para editor, atau menulis dengan hati untuk membuat kita sama-sama bergembira lalu melebur menjadi satu. Aku memilih yang terakhir. Setelahnya, aku mengumpankannya pada takdir. Ternyata, takdir menentukan, kisah ini hanya untuk kita. Hanya untuk kita, bukan yang lain. Amatlah bersyukur, Sketsa Rumahujan, sepenuhnya milik kita.
Semogalah cinta makin mendewasakan. Pula menghebatkan.
love,
Ari Nur